Siapa Tokoh yang Anda Anggap Paling Mampu Perbaiki Kualitas Pelayanan Publik Jika Memimpin Asahan? lihat disini!!
Sekali klik Dapet Duit? Saya Sudah Buktikan Disini!!! DAFTAR GRATIS!!

Minggu, 30 Agustus 2009

Kisah Salima dan Jarum Gantung....

[SeputarAsahan:30/08/09] Sejak dahulu Rumah Sakit Katarina, sekarang bernama Rumah Sakit Ibu Kartini, sudah sangat populer di telinga masyarakat Asahan. Keberadaannya sebagai rumah sakit rujukan bagi pasien-pasien “kritis” dari puskesmas di kecamatan seolah menjadikan Katarina sebagai RSUD kedua setelah Rumah Sakit Umum Daerah Kisaran. Sebagai Rumah Sakit peninggalan Belanda, fasilitas dan peralatan medis Katarina memang relatif memadai. Oleh karenanya tidak heran kalau kemudian menjadi salah satu rumah sakit rujukan ketika itu. Pernah disatu masa pada era 80-an setiap menyebut Rumah Sakit Katarina, yang terbayang dibenak setiap orang adalah kata Salima dan Jarum Gantung. Entah sekarang, apakah kisah Salima dan Jarum Gantung itu masih melekat dibenak anak-anak Asahan?

Kisah Salima dan Jarum Gantung adalah bagian dari perjalanan sejarah budaya bertutur yang berkembang dimasyarakat Asahan ketika itu. Budaya yang telah membentuk idiom baru bernama "Salima" dan "Jarum Gantung". Idiom ini menjadi populer dan melekat dalam benak setiap orang ketika itu karena sangat berhubungan dengan pasien yang sakit keras dan sedang bertaruh nyawa. Pokoknya jika ada anggota keluarga atau tetangga yang masuk rumah sakit Katarina kemudian mendengar informasi tentang Salima dan Jarum Gantung, itu artinya mereka harus banyak berdoa dan menata hati, karena itu bisa berarti bahwa kondisi pasien sudah kritis dan sangat mungkin nyawanya tidak tertolong.

Jika boleh dibandingkan, popularitas kisah Salima dan Jarum Gantung ketika itu barangkali sama seperti halnya popularitas Jalan Gandhi di Medan. Anda orang Asahan atau Sumut tau kisah tentang Jalan Gandhi? Atau masih ingat tentang kisah itu? Mungkin sebagian besar dari kita sudah tidak ingat lagi. Baiklah, sekadar menyegarkan ingatan kita kembali, Jalan Gandhi adalah lokasi Kantor Laksusda di Medan. Sejak tahun 67-an sangat populer sebagai tempat penahanan [camp konsentrasi] tahanan politik, atau tentara-tentara yang dianggap tidak setia kepada Pancasila. Dari Jalan Gandhi ini banyak beredar cerita mulut kemulut tentang kerasnya perlakuan yang dialami tahanan ketika itu. Kerasnya kehidupan dalam Jalan Gandhi kemudian diabadikan dalam sebuah lagu rakyat yang juga beredar dari mulut ke mulut entah siapa penciptanya, sepenggal lirik yang diingat Seputar Asahan sebagai berikut..

Sudah berapa kali Abang katakan….
Jangan bermain cinta dengan Pereman…
Nanti Abang ditangkap oleh Polisi…
Lalu masuk Jalan Gandhi…
Kalau Abang masuk Jalan Gandhi..
Tangan digari badan dipukuli…
Sampai disana Abang disiksa lagi….
..dst

Kembali ke kisah Salima dan Jarum Gantung. Tentu Anda pembaca bertanya-tanya seperti apa gerangan kisah Salima dan Jarum Gantung itu? Ternyata Salima itu adalah kependekan dari "Bangsal Lima", ruangan [mungkin kelas 3] khusus untuk merawat pasien-pasien kritis. Adapun Jarum Gantung adalah kata lain dari botol infus yang digantung dan biasanya diletakkan di sebelah fasien. Inilah cara bertutur dari masyarakat kita yang sangat polos dan sederhana. Mereka tidak ambil pusing dengan ketepatan artinya dalam tata bahasa. Bagi mereka yang penting maksud dan pesan yang terkandung didalamnya tersampaikan. Penggunaan istilah "Jarum Gantung" misalnya, begitu kita mendengarnya memang mengesankan sesuatu yang menakutkan dan memberikan perasaan mencekam. Walaupun ternyata itu hanyalah untuk menggambarkan botol infus yang digantung. Padahal, infus-kan tidak selalu berhubungan dengan orang sakit keras dan kematian? Infus bisa berisi nutrisi biasa, bahkan kadang hanya berisi glukosa dan cairan untuk pasien yang mengalami dehidrasi [kurang cairan/minum]. Walaupun tidak mentutup kemungkinan juga infus itu berisi antibiotik keras seperti misalnya untuk orang yang sakit kanker.

Penyederhanaan "infus" menjadi "Jarum Gantung" adalah bagian dari kekayaan budaya bertutur masyarakat Asahan yang perlu di dokumentasikan. Sebab, dengan demikian kita bisa mengetahui sejarah perjalanan budaya bertutur masyarakat Asahan dari masa ke masa. Mari mulai sekarang kita kumpulkan, coba diingat-ingat, adakah bahasa atau istilah yang jaman dahulu sangat populer disekitar kita tetapi kini sudah sangat jarang kita dengar? Mulailah kita kumpulkan dan lestarikan kembali, karena itu adalah serpihan kekayaan budaya kita, jangan sampai tergerus jaman.

Untuk melestarikan kekayaan budaya bertutur masyarakat Asahan, peran serta masyarakat haruslah didukung oleh fasilitasi pemerintah. Sudah saatnya Pemkab. Asahan, dalam hal ini Dinas Pendidikan atau Pariwisata dan Budaya mulai perlu memikirkan dan mempertimbangkan untuk menyusun sebuah buku kompilasi yang berisi kumpulan idiom atau istilah-istilah lama yang menjadi bagian dari sejarah perjalanan budaya bertutur masyarakat Asahan dari masa ke masa. Buku kompilasi tersebut nantinya dapat diedarkan ke sekolah-sekolah di Asahan secara gratis untuk dipelajari sehingga dengan demikian generasi muda di Asahan tidak akan sampai tercerabut dari akar budayanya, setidaknya dalam hal budaya bertutur. [tim Seputar Asahan]

3 komentar:

  1. Maju terus usahanya menginventarisir semua kekayaan budaya kita termasuk budaya bertutur yang menarik. Jangan sampai diakui oleh negara lain.

    BalasHapus
  2. Abah, mantab kali ingatan bang Budi ini bah. Nang sogar kuraso ingatan bang Budi ini ya. Macam gini ini lah nang porlu kito kombangkan, guno memperkayo budayo jugo bahaso asahan awak tu lah...

    BalasHapus
  3. Perbedaan adalah anugrah dari
    Yang Maha Kuasa!

    Lihatlah sekeliling kita, indahnya
    warna-warni bunga, warna-warni satwa,
    dan segala keragaman lain yang
    menghiasi dunia.

    inget dek meskipun qt beda tapi di hadapan uhan qt sama sama-sama hamba yg faqir,yg mn selalu butuh dg-Nya.

    BalasHapus

Lihat Page Rank Blog Anda :
dipersembahkan oleh Page Rank Checker