Siapa Tokoh yang Anda Anggap Paling Mampu Perbaiki Kualitas Pelayanan Publik Jika Memimpin Asahan? lihat disini!!
Sekali klik Dapet Duit? Saya Sudah Buktikan Disini!!! DAFTAR GRATIS!!

Jumat, 15 Januari 2010

Gara-Gara Seragam...

Kolom Budhi Masthuri
http://www.detiknews.com/
Selasa, 12/01/2010
Mana yang harus didahulukan antara prosedur atau substansi? Orang yang memiliki pandangan legalistis formal tentu saja akan memilih utamakan prosedur, sementara kalangan substansialist [sebutlah demikian] akan memilih mendahulukan substansi. Namun barangkali kita semua sepakat dengan postulat bahwa prosedur tanpa substansi adalah tirani, dan sebaliknya substansi tanpa prosdur adalah anarkhi.


Perdebatan yang sama juga terjadi dalam sidang pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen beberapa hari lalu, ketika kehadiran saksi mantan Kabareskrim Polri Kombes Susno Duadji dipersoalkan legalitas formal-nya oleh Jaksa Penuntut Umum karena saat memberikan kesaksian mengenakan seragam Polri. Meskipun belakangan diketahui bahwa kehadiran Susno Duadji memang tanpa pengetahuan dan izin dari pimpinannya.

"Sesuai aturan, apabila polisi bersaksi, dapat menunjukkan surat tugasnya," demikian dipersoalkan Jaksa Penuntut Umum [baca detik.com, 7/01/10]. Namun untuk hal ini, Pengacara Antasari berargumentasi bahwa kesaksian Susno Duadji adalah dalam kapasitas dia sebagai pribadi bukan sebagai anggota Polri.

Tak pelak, setelah itu Susno Duadji-pun menjadi “bulan-bulanan” dari jajaran Pimpinan Polri. Persidangan kode etik-pun akan disiapkan untuk memeriksa dirinya. Sederetan sanksi siap mengancam, bahkan sampai yang terberat berupa pemecatan [detik.com 07/01/10]. Sebelum sidang kode etik benar-benar digelar, dan sanksi benar-benar dijatuhkan, ternyata 'hukuman' terhadap Susno Duadji [seolah] sudah diberikan dengan ditariknya fasilitas supir, ajudan dan pengawalnya. Ini terjadi hanya selang beberapa jam setelah ia memberikan kesaksian, meskipun keesokan harinya hal tersebut disangkal Mabes Polri [detik.com 08/01/10]. Tetapi tetap saja tidak dapat menghapus kesan bahwa rencana persidangan kode etik, ancaman sanksi, dan penarikan fasilitas yang dilakukan terjadi gara-gara “seragam” yang dipakainya saat memberikan kesaksian tanpa seijin pimpinan Polri.

Perdebatan mengenai seragam ini-pun kemudian mengemuka. Apakah seorang pejabat Polri dapat memberikan kesaksian atas nama pribadi dengan menggunakan seragam lengkap? Apakah [meskipun] kesaksiannya diberikan atas nama pribadi, tetapi karena ia memakai seragam maka tetap harus meminta izin kepada pimpinan Polri? Bagaimana jika seorang pejabat Polri yang sedang dalam perjalanan pulang ke rumah setelah bertugas, masih menggunakan seragam, tiba-tiba harus ke rumah sakit untuk menjenguk orang tuanya di rumah sakit? Apakah untuk menjenguk orang tuanya yang sedang sakit tersebut juga memerlukan izin dari pimpinan Polri? Tentu saja pertanyaannya dapat dikembangkan menjadi banyak variasi kemungkinan contoh kasus. Tetapi, yang perlu dicatat adalah, gara-gara perdebatan mengenai seragam, orang-pun [mungkin] akan melupakan substansi kesaksian yang disampaikan oleh Susno Duadji dalam persidangan tersebut.

Terlepas apakah manuver Susno Duadji ini hanyalah semacam exit strategy dari Kepolisian untuk membersihkan namanya atau memang murni untuk membuka kebenaran yang terjadi selama ini. Tetapi substansi kesaksian yang disampaikan tersebut bisa jadi adalah pintu masuk selanjutnya untuk menguak skandal yang lebih besar, dan tidak menutup kemungkinan salah satunya adalah mengenai 'Skandal Bank Century.'

Sikap jajaran pimpinan Polri yang terkesan reaktif tersebut justeru menimbulkan tanda tanya. Apakah sikap ini semata-mata gara-gara seragam yang dikenakan Susno Duadji, atau karena substansi kesaksian yang disampaikannya di depan persidangan? Kalau hanya soal seragam, mengapa masalahnya seolah-olah menjadi sangat penting dan mendesak untuk diproses dalam sidang kode etik yang dapat berujung pada pemberhentian Susno Duadji dari Kepolisian? Padahal, dalam kasus lainnya ada juga Polisi yang menggunakan atribut kepolisian melakukan tindakan diluar prosedural, tetapi pimpinan Polri tidak se-reaktif ini. Ambil contoh misalkan; kasus Bripka Ir, di Lampung yang mengeluarkan pistol saat menagih hutang hingga mengakibatkan seorang ibu hamil keguguran [detik.com 23/12/2009], dan kasus salah tangkap yang disertai pemukulan terhadap JJ Rizal Sejarawan UI [detik.com 6/12/2009].

Tentu kita harus mendukung tindakan Pimpinan Polri untuk menertibkan anggotanya yang melakukan pelanggaran, termasuk sidang kode etik untuk Susno Duadji. Tetapi kita juga berharap sidang kode etik yang nantinya akan digelar tidak hanya sebatas mempersoalkan 'seragam' yang dikenakan Susno Duadji pada saat memberikan kesaksian di persidangan Antasari. Melainkan harus diusut juga sumber dan kebenaran dari substansi kesaksian yang disampaikan olehnya. Sehingga dengan demikian, sidang kode etik yang nantinya akan digelar tetap harus diletakkan dalam kerangka pencarian kebenaran sesungguhnya dari apa yang selama ini terjadi di tubuh Polri. Inilah sebenarnya momentum yang ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia, dan diharapkan dapat menjadi milestone reformasi total ditubuh institusi Kepolisian Republik Indonesia yang sama-sama sangat kita cintai ini.

*) Budhi Masthuri, Koordinator Solidaritas Indonesia Bersih
(asy/asy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lihat Page Rank Blog Anda :
dipersembahkan oleh Page Rank Checker